Solopos.com, SUKOHARJO–Cipto Wiyono lunglai di lantai, Minggu (25/5/2014) siang itu. Kondisi jantungnya melemah. Beban pikiran karena kehilangan anak bungsunya, Fajar Murdiyanto, 11, membuatnya menjadi lemah.
Para kerabat dan tetangga buru-buru mencarikan kendaraan agar Wiyono bisa segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Beruntung, mobil dinas Camat Mojolaban, Basuki Budi Santoso, ada di lokasi, di Dukuhan RT 002/RW 011, Klumprit, Mojolaban dan bisa dipinjam.
Ya, anak bungsu Wiyono meninggal dengan sebab tidak wajar. Fajar mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sukoharjo pada Minggu pagi. Diduga, pembengkakan otak yang dialami siswa SDN 1 Klumprit Mojolaban itu disebabkan oleh penganiayaan yang dilakukan teman sekelasnya tiga pekan lalu.
Paman Fajar, Surono, 40, menuturkan, Wiyono sebenarnya memiliki empat orang anak. Anak pertama dan kedua adalah perempuan. Sementara anak ketiga dan keempat adalah laki-laki.
Menurut Surono, Wiyono bahkan tak kuat mendekati jenazah bungsunya. Wiyono memilih berada di rumah kerabatnya yang terletak beberapa meter dari rumahnya sendiri.
“Yang menemani jenazah Fajar adalah ibunya, Waginem. Bapaknya pasti trauma,” terangnya.
Ia menceritakan, sebelum Fajar meninggal, dirinya pernah mendapat firasat melalui mimpi. Dalam mimpi tersebut, ia menemani Wiyono membeli tanah yang sangat luas. Di samping tanah terdapat perkampungan dan sawah yang ditumbuhi padi siap panen. Wiyono, dalam mimpi itu lalu membagi tanah itu menjadi beberapa bagian.
“Saya tidak paham dengan mimpi itu. Istri saya bilang, itu cuma mimpi. Tapi saya selalu menangis kalau ingat mimpi itu,” paparnya.
Salah seorang warga, Agus, mengatakan Wiyono kemungkinan dibawa ke Rumah Sakit Umum Islam (RSUI) Kustati, Solo.
“Anaknya meninggal dengan cara yang tragis,” katanya kepada solopos.com, Minggu.
Salah seorang teman Fajar yang enggan disebut namanya, berpendapat Fajar adalah teman yang baik. Semasa hidupnya, Fajar tidak pernah berbuat jahat kepada teman.
“Saya merasa kehilangan,” kata dia pelan menahan rasa sedih.

No comments:
Post a Comment